Tuesday, July 21, 2009

komunikasi pada pediatric

Focus buku ini adalah pengkajian kesehatan pada anak, di mulai dengan bayi berumur satu bulan dan di akhiri dengan anak usia sekolah. Meskipun proses pengkajian fisik di rinci ke dalam evaluasi berbagai system tubuh, perawat tidak perlu mengambil pendekatan sebagian untuk pengkajian fisik. Kenyataannya, pengkajian fisik bersifat kontinyu dan terjadi selama wawancara kesehatan, bila perawat juga mampu mengamati bayi atau anak tersebut.
Pengkajian akan lebih mudah bagi anak, orangtua dan pemeriksa jika sudah di jalin hubungan yang lebih awal. Hubungan itu mungkin tidak menghilangkan senua ketakutan atau ketidaknyamanananak, namun membangun hubungan saling percaya dan komunikasi dapat membantu membuat membuat pengkajian menjadi sebuah pengalaman yang lebih positif.
Pedoman untuk berkomunikasi dengan anak
- Tanya orang tua bagaimana anak biasanya mengatasi situasi-situasi baru atau situasi yang penuh tekanan. Mengetahui bagaimana anak bereaksi memungkinkan perawat untuk merencanakan intervensi-intervensi khusus untuk mempermudah komunikasi.
- Tanya orang tua apakah mereka telah mengatakan kepada anak bahwa mereka akan pergi ke fasilitas pelayanan kesehatan. Persiapan yang diterima anak, khususnya anak laki-laki, seringkali tidak adekuat atau tidak cocok. Sehingga, di perlukan banyak waktu untuk menyiapkan anak sebelum memulai beberapa aspek pengkajian kesehatan yang membutuhkan partisipasi aktif.
- Amati tingkah laku anak terhadap tanda-tanda kesiapan. Seorang anak yang siap untuk berpartisipasi dalam pengkajian akan bertanya, melakukan kontak mata, menceritakan pengalaman-pengalaman masa lalu, memegang peralatan, atau memisah dari orang tua.
- Pertimbangkan tingkat perkembangan dan rentang perhatian anak dan gunakan pendekatan imajinatif saat merencanakan pemeriksaan.
- Jika seorang anak sulit menerima pengkajian:
Berbicara dengan orang tua dan biarkan anak
Puji anak
Bermain ( seperti main ciluk-ba ) atau becerita.
Gunakan bentuk bahasa orang ketiga:’’kadang-kadang seorang anak lelaki dapat benar-
benar takut ketika tekanan darahnya diukur’’.
- Dorong anak untuk bertanya selama pengkajian, tetapi jangan menekan anak untuk bertanya. Hal ini memungkinkan anak untuk lebih mengontrol situasi.
- Jelaskan proses pengkajian dalam batasan yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
- Gunakan istilah-istilah yang konkrit daripada informasi teknis, khususnya anak yang lebih muda: ‘’saya dapat mendengar kamu menarik dan mengeluarkan nafas’’, bukan’’saya sedang mengauskultasi dadamu’’.
- Berikan sedikit informasi dalam suatu waktu. Petunjuk praktis adalah tidak lebihdari 3 bahasan yang harus di berikan dalam sekali waktu.
- Buatlah harapan-harapan yang diketahui dengan jelas dan sederhana: ‘’saya ingin kamu diam’’.
- Jangan menawarkan pilihan jika memang tidak ada
- Berikan pujian yang jujur.’’saya tahu kamu sakit. Kamu masih memegang perutmu’’.
Pengalaman positif membantu untuk membangun kemampuan koping dan harga diri.


Berkomunikasi dengan bayi

Bayi ( 1 – 18 bulan ) terutama berkomunikasi melalui bahasa nonverbal dan menangis dan berespons terhadap tingkah laku komunikasi nonverbal orang dewasa, seperti menggendong, mengayun dan menepuk. Adalah bermanfaat untuk mengamati interpretasi orangtua tatu orang lain terhadap isyarat nonverbal bayi dan komunikasi nonverbal orangtua. Bayi mudah berespon sangat baik terhadap kontak fisik yang lembut dengan orang dewasa, tetapi bayi yang lebih tua seringkali takut terhadap orang dewasa daripada orangua mereka. Sebisa mungkin lakukan pengkajian dengan cara yang memungkinkan bayi dalam pengalawasan orang tua atau di gendong oleh orangtuanya. Bayi harus diberikan objek-objek yang aman seperti selimut dan dot, jika mereka mempunyai objek tersebut.

Berkomunikasi dengan anak usia bermain.

Anak usia bermain (18 bulan – 3 tahun ) belum mempunyai kemampuan untuk berkomunikasi secara verbal dengan efektif. Komunikasi mereka kaya dengan ungkapan dan isyarat nonverbal dan komunikasi verbal yang sederhana. Mendorong tangan pemeriksa dan menangis merupakan ungkapan perasaan takut, cemas, atau kurang pengetahuan.
Dalam berkomunikasi dengan anak usia bermain, perawat perlu menggunakan istilah-istilah yang pendek dan konkrit. Boneka bisa membantu penjelasan. Anak seusia ini menghubungkan hal yang magis pada objek-objek yang tidak bernyawa. Penggunaan objek-objek yang menyenangkan harus dilakukan selama pengkajian.

sumber:
Buku karangan Joice Angel Edisi 2

Komunikasi terapeutik pada anak ADHD

Komunikasi terapeutik pada anak ADHD
Apakah ADHD itu?
ADHD adalah kependekan dari attention deficit hyperactivity disoerder, ( Attention = perhatian, Deficit = berkurang, hyperactivity = hiperaktif, dan disorder = gangguan ). Atau gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktif.
Secara umum menjelaskan kondisi anak-anak yang memperlihatkan simtom-simtom kurang konsentrasi, hiperaktif, dan impulsive yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas hidup mereka.
Bagaimana cara berkomunikasi dengan anak ADHD?
Hubungan efektif dan proaktif antara orang tua dan sekolah adalah vital bagi keberhasilan menyeluruh dalam menghadapi siswa ADHD.
Umumnya, orang tua mencoba untuk bertindak demi kepentingan anak sepanjang waktu. Tindakan mereka biasanya berdasarkan informasi yang dapat mereka peroleh pada waktu itu. Jika ternyata ada kontradiksi antara apa yang disebut nasihat professional dan atas apa yang orang tua lakukan, biasanya ada alasan kuat untuk ini. Orang tua harus menemukan cara mereka sendiri dalam menerima mereka dan menghadapi masalah lingkungan mereka sendiri.
Merupakan hal yang biasa, bahwa orang tua dari anak ADHD mengalami konflik antara yang satu dan yang lainnya. Misalnya, si Bapak menyalahkan si ibu karena tidak mengawasi si anak. Si ibu menjelaskan, bahwa segala yang di usahakannya tidak berhasil. Sementara si bapak, meskipun ada potensiuntuk membantu situasi tersebut, namun dapat member reaksi dengan cara tidak membantu, seperti menghindari pulang ke rumah sampai si anak tidur atau memihak si anak melawan ibunya.
Beberapa cara membantu orang tua adalah mencoba menempatkan mereka ke dalam cara pandang depan yang meskipun menjengkelkan, namun tidak mengancam jiwa, serta mendorong mereka agar proaktif dan tidak reaktif. Nasihat tau saran yang paling penting adalah agar mereka memiliki kesabaran luar biasa.
Kontak telepon, saling berkirim sms, atau mengirim faks, rapat orang tua dengan guru secara periodic, dan penyediaan buku penghubung sehari-hari,semuanya merupakan sarana untuk membantu mencegah terjadinya kesalapahaman antara orang tua dan sekolah. Komunikasi yang baik akan menjamin setiap manipulasi dari situasi anak khusus dapat di hindari dengan kontak yang erat dan proaktif.
Dua pertimbangan yang harus di ingat setiap saat adalah
1. Anak ADHD dapat merasakan banyak tekanan atas hubungan keluarga, khususnya anak yang menralami Oppositional Depiant Disorder ( ODD ).
2. Dalam situasi yang selalu sulit, kemungkinan ADHD dan ODD, juga orangtua yang tidak di akui harus dipertimbangkan.

Ada banyakprogaram yang bagus di rancang untuk membantu orang tua mengenali masalah antara yang satu dan yang lainnya. Dalam hal ini, hubungan mereka dengan si anak dan anggota keluarga lainnya. Teknik penanganan/pengurusan rumah dapat di ajarkan melalui permainan peran dan sampai batas tertentu dengan terapi kelompok. Keberhasilan program-program ini sebagian besar bergantung pada mutu konsultan dan keterbukaan semua pihak untuk nasihat yang objektif.
Mutu terbaik yang di miliki searang konsultan adalah bersikap tidak membingungkan dan tidak rumit. Mereka perlu mengarahkan pada satu atau dua masalah khusus dan mengembangkan strategi untuk membantu orang tua menolong diri mereka sendiri di kemudian hari.

Beberapa unsure penting pelatihan orang tua adalah
- Pendidikan keluarga mengenai ADHD
- Keterampilan memecahkan masalah
- Memperbaiki pengawasan orang tua
- Mengurangi ketegangan
- Meningkatkan pengaruh medikasi
- Keterampilan berkomunikasi
- Reframing atau restrukturisasi
- Psikoterapi individual
Sumber:
Judul Buku anak ADHD, karangan:
1. Drs. MIF. Baihaqi, Msi.
2. Drs. M. Sugiarmin, Mpd.

Sunday, July 19, 2009

Komunikasi terapeutik pada anak autis

Di Indonesia menurut data yang ada terdapat kecenderungan autisme ini meningkat, merujuk pada prevalensi di dunia, saat ini terdapat 15-20 kasus per 10.000 anak atau 0,15%-0,20%. Jika kelahiran di Indonesia enam juta per tahun maka jumlah penyandang autis di Indonesia bertambah 0,15% atau sekitar 6900 anak pertahun dengan perbandingan anak laki-laki tiga sampai empat lebih banyak dari anak perempuan.
Autisme tidak dapat disembuhkan (not curable) namun dapat di terapi (treatable). Maksudnya adalah kelainan yang ada di dalam otak tidak dapat diperbaiki, namun gejala-gejala yang ada dapat dikurangi semaksimal mungkin. Sehingga anak tersebut bisa berbaur dengan anak lain secara normal. Secara umum anak-anak dengan gangguan perkembangan ini minimal memerlukan terapi intesif awal selama 2 tahun. Dengan merujuk pada data maka akan ada 1000 anak setiap tahun yang tidak dapat mengikuti terapi tersebut.
Tujuh puluh lima persen anak autis yang tidak tertangani akhirnya menjadi tuna grahita.3 Salah satu metode yang sering digunakan karena terbukti efektif adalah terapi metoda Lovaas, yaitu terapi yang dikembangkan dari terapi applied behaviour application (ABA). Di dalam terapi Lovaas salah satu pelatihannya adalah pelatihan komunikasi melalui gambar-gambar, tujuannya selain untuk melatih daya ingat juga untuk mengenal benda-benda sekitar. Ini dikarenakan anak autis secara umum memiliki kemampuan yang menonjol di bidang visual. Mereka lebih mudah untuk mengingat dan belajar, bila diperlihatkan gambar atau tulisan dari benda-benda, kejadian, tingkah laku maupun konsep-konsep abstrak. Dengan melihat gambar atau tulisan, anak autis akan membentuk gambaran mental atau mental image yang jelas dan relatif permanen dalam benaknya.
Bila materi tersebut hanya diucapkan saja mereka akan mudah melupakannya karena daya ingat mereka amat terbatas. Karena itu dalam melakukan terapi digunakan sebanyak mungkin kartu-kartu bergambar dan alat bantu visual lain untuk membantu mereka mengingat, hal ini juga berlaku untuk anak autis yang hanya mengalami gangguan di bidang verbal.4
Untuk melatih penderita agar bisa berkomunikasi, kita harus menyesuaikan diri dengan gaya komunikasi mereka. Orang tua dan pendidik bisa menggunakan ekspresi wajah, gerak isyarat, mengubah nada suara, menunjuk gambar, menunjuk tulisan, menggunakan papan komunikasi dan menggunakan simbol-simbol. Cara-cara tersebut tidak hanya digunakan secara tersendiri, tetapi juga dapat digabungkan sehingga membentuk pesan yang lebih kuat.
Masalah yang timbul adalah di Indonesia belum ada alat yang secara terintegrasi dengan unsur-unsur tersebut diatas. Yang ada adalah alat-alat yang harus didatangkan dari luar negeri atau dibuat sendiri, ini jelas tidak praktis. Melihat dengan meningkatnya jumlah penderita autis, maka dibutuhkan sebuah alat yang mampu mengintegrasikan unsur-unsur visual dan audio yang dapat berinteraksi untuk menunjang pelatihan komunikasi pada anak autis.
Sebagai pemecahan teknologi multimedia yang mengemas dan mampu mengintegrasikan unsur visual dan audio secara interaktif untuk mendidik anak autis, karena CD-ROM yang merupakan bagian dari teknologi itu mampu menampung data yang setara dengan 11.000 tumpukan kertas ukuran A4, bahkan lebih dengan menggunakan teknik kompresi data.
4 Arh,“Meningkatkan komunikasi pada anak autis”, artikel pada harian Kompas (21-04- 2002): 21 3
Selain itu dengan aplikasi multimedia interaktif ini dimungkinkan pemilihan materi yang hendak dipelajari secara bebas, misalnya pada hari ini pengenalan warna yang akan dipelajari, esok hari mungkin pengenalan huruf, atau kombinasi keduanya dalam satu hari, tergantung dari minat anak tersebut, dan ini semua dikemas dalam sebuah CD-ROM. Dengan menggunakan printer, kartu bergambar obyek dapat dicetak sehingga dapat digunakan tiap waktu, anak autis dalam metoda tatalaksana membutuhkan suasana belajar yang kontinyu, sehingga ia menjadi terlatih.
Tetapi dengan dengan begitu banyak fitur aplikasi multimedia interaktif ini tidak ditujukan untuk menjadi one stop solution, karena dalam pelatihan anak autis tetap diperlukan media lain, aplikasi multimedia interaktif ini membatasi diri hanya untuk menjadi pelengkap.
Dalam aplikasi multimedia interaktif ini terdapat isi atau content yang akan dikomunikasikan kepada anak autis berupa pembelajaran pengenalan obyek sehari-hari. Dalam aplikasi multimedia interaktif wahana yang menjembatani agar isi atau content ini dapat tersampaikan adalah graphical user interface atau antar muka grafis.
Graphical user interface (GUI) adalah sarana untuk berinteraksi dengan isi atau content yang hendak disampaikan, bila desain GUI tidak dapat dimengerti sudah dapat dipastikan aplikasi tersebut menjadi mubazir karena isi atau content tidak dapat dimengerti oleh komunikan.
Pada anak autis, dengan mengikuti aturan yang telah menjadi standar di dunia maka GUI akan dibuat sesederhana mungkin dengan tidak mengabaikan unsur komunikasinya sehingga isi atau content dapat disampaikan dengan baik kepada penderita.

Daftar Pustaka
1. Apple Corp. Inside Mac OS X :Aqua Human Interface Guidelines, (Apple Computer, Inc. : California) 2001
2. Arn. “Polusi sebabkan autisma.” Harian Kompas, 26-09-2000
3. Arh.“Meningkatkan komunikasi pada anak autis.”, Harian Kompas 21-04- 2002
4. Aries Arditi, Making Text Legible: Designing for People with Partial Sight, 23-04-2002 terdapat di situs http://www.lighthouse.org
5. Fred T. Hofstetter, Multimedia Literacy (New York, McGraw-Hill Irwin) 2001.
6. Jalaludin Rakhmad. Psikologi Komunikasi, Bandung, Remaja Rosdakarya 1992

Komunikasi Terapeutik Pada Anak

Ada beberapa definisi tentang komunikasi :

· Komunikasi adalah pengiriman pesan atau tukar menukar informasi atau ide / gagasan ( Oxford Dictionary ).

· Komunikasi adalah suatu proses ketika informasi disampaikan kepada orang lain melalui symbol, tanda, atau tingkah laku ( Haber, 1987 )

· Komunikasi bisa berbentuk komunikasi verbal, komunikasi nonverbal, dan komunikasi abstrak ( Champbell dan Glasper, 1995 ).

II. Prinsip Komunikasi

· Mempunyai tujuan yang jelas : membantu pasien mencapai kesejahteraan secara mandiri. Maksudnya, dengan komunikasi pasien bisa mengeksplorasi semua perasaannya dengan perawat secara maksimal, sehingga perawat bisa mengetahui permasalahan pasien secara akurat.

· Merupakan tanggung jawab perawat, sehingga dapat tercipta hubungan saling percaya antara perawat, pasien, dan keluarga.

· Merupakan elemen penting dalam praktek keperawatan. Melalui komunikasi yang baik, akan tergali data yang optimal, sehingga pengalaman yang positif juga akan terbentuk.

· Praktek Keperawatan merupakan praktek professional, yang didalamnya ada hubungan antara perawat dan pasien ( keluarga ) yang membina hubungan profesional dengan menggunakan komunikasi terapeutik ( ada tujuan yang jelas ). Sehingga semua tindakan keperawatan perlu komunikasi. Louise K, dan Brenti, ( 1997 ) mengemukakan tentang komunikasi terapeutik sebagai segala bentuk komunikasi yang dirancang untuk meningkatkan kesejahteraan pasien atau menghilangkan distres psikologis. Komunikasi terapeutik ditunjukkan dengan empati, rasa percaya, validasi, dan perhatian.

III. Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi

Ada tiga factor utama yang mempengaruhi proses komunikasi yaitu :

a. Situasi atau suasana

Suasana yang penuh dengan kebisingan akan mempengaruhi baik / tidaknya pesan diterima oleh komunikan, dibandingkan dengan situasi yang tenang atau hening sehingga komunikator dan komunikan dapat saling mengirimkan pesan dengan jelas. Dalam melakukan komunikasi dengan pasien atau keluarga, perawat harus melihat kondisi / keadaan pasien saat itu. Sebaiknya sebelum proses komunikasi dilaksanakan, lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa supaya tenang dan nyaman.

b. Waktu yang tepat

Jika waktunya tidak memungkinkan janganlah memaksakan diri untuk melakukan komunikasi karena akan menimbulkan masalah lain yang lebih parah atau bahkan kita akan mendapat marah dari pasien dan keluarga. Sehingga perawat perlu memperhitungkan akibat yang akan terjadi pada pasien, misalnya sewaktu kita melakukan anamnesa, pada pasien yang mengantuk atau yang lainnya.

c. Kejelasan pesan

Akan sangat mempengaruhi keefektifan komunikasi. Pesan yang kurang jelas dapat ditafsirkan berbeda oleh komunikan sehingga antara komunikan dan komunikator dapat berbeda persepsi tentang pesan yang disampaikan. Hal ini akan sangat mempengaruhi pencapaian tujuan komunikasi yang dijalankan. Yakinkan apa yang akan dikomunikasikan dan bagaimana mengkomunikasikannya.

Dengan melihat berbagai uraian diatas, sebenarnya efektif tidaknya suatu komunikasi juga akan dipengaruhi oleh komponen – komponen sbb :

a.Sender / pengirim / sumber pesan / komunikator

b.Message / pesan / informasi

c.Receiver / penerima pesan

d.Channel / media yang digunakan

e.Objective / tujuan

Seorang ahli komunikasi ( Laswell ) menganalisa komunikasi dengan

Who say to whom & how.

Who : Siapa yang mengatakan ( pengirim )

What : Apa yang dikatakan ( pesan )

To Whom : Kepada siapa ( penerima )

How : Bagaimana ( media yang digunakan )

IV. Komunikasi sesuai Tumbuh Kembang Anak

a. Berkomunikasi dengan Bayi

· Belum dapat mengekspresikan perasaan dan pikirannya dengan kata – kata, sehingga bahasa nonverbal sering digunakan

· Mengungkapkan kebutuhan dengan tingkah laku dan bersuara yang dapat diinterpretasikan oleh orang sekitar

· Untuk bayi yang masih muda ( usia <>

ü Berespon positif terhadap kontak fisik yang lembut

ü Perilaku menggerak – gerakkan tangan, kaki, menendang yang

merupakan rangsangan untuk memperoleh perhatian ( misalnya bayi ingin diberi sentuhan, didekap, digendong, diajak komunikasi

dengan lembut ).

· Untuk bayi yang lebih tua ( usia > 6 bulan )

ü Stranger anxiety atau cemas dengan orang asing yang belum dikenalnya, merupakan ciri perilaku yang sering muncul.

ü Perhatiannya berpusat pada diri dan ibunya

ü Perhatikan saat berkomunikasi dengannya

ü Lakukan komunikasi terlebih dahulu dengan ibunya dan atau mainan yang dipegangnya

ü Kerjakan dengan lembut

ü Tanpa gerak isyarat

ü Bayi dalam pengawasan orang tua

ü Berikan obyek yang aman

b. Berkomunikasi dengan Anak Balita

( Batita/usia bermain/toddler & Prasekolah )

ü Komunikasi verbal belum efektif, karena memang belum fasih dalam berbicara.

ü Gunakan kata – kata simple, singkat, yang dikenal oleh anak karena anak hanya dapat menerima informasi secara harfiah.

ü Beri pujian untuk hal – hal yang dicapai

ü Sangat egosentris. Hanya melihat sesuatu berpusat pada dirinya ( komunikasi berpusat pada dirinya ).

ü Sering berperilaku mendorong tangan pemeriksa dan menangis pada saat pemeriksa mendekatinya.

ü Anak belum mampu memahami abstraksi, maka gunakanlah istilah – istilah yang pendek dan konkrit

ü Kenalkan alat –alat yang akan digunakan, termasuk juga dengan cara kerjanya. Akan tetapi untuk memegangkan alat kepada anak perlu diperhatikan lingkungan dan kondisi anak. ( Kalau perlu alat diperkenalkan saja, karena kalau memegang langsung, kemungkinan alat akan dibanting oleh anak. Maka perlu diwaspadai kemungkinan tersebut, hal ini lebih spesifik ke anak usia toddler ).

ü Gunakan obyek yang menyenangkan

ü Lakukan kontrak waktu dengan pasien dan keluarga, kapan tindakan akan dilaksanakan

ü Beri kesempatan untuk memegang alat khususnya untuk anak prasekolah ( dengan melihat keadaan anak, sampai bagaimana alat tersebut akan digunakan ).

ü Beri kesempatan untuk bertanya

c. Berkomunikasi dengan Anak Usia Sekolah

Ø Anak Usia 5 – 8 tahun

· Bila menemui masalah hanya percaya terhadap apa yang mereka lihat dan yang mereka ketahui tanpa memerlukan penjelasan secara mendalam.

· Anak tertarik pada aspek fungsional dari semua prosedur, objek dan aktivitas, mengapa, bagaimana, untuk apa prosedur tersebut dilakukan.

· Melihat hal tersebut, perlu menjelaskan setiap prosedur yang akan dilakukan.

· Kalau perlu dengan alat yang ada peragakan cara penggunaannya, serta sebutkan fungsi peralatan yang ada.

· Anak usia tersebut, sangat memperhatikan keutuhan tubuhnya, oleh karena itu mereka peka terhadap sesuatu yang mengancam atau menyakitkan tubuhnya, sehingga beri pendekatan yang positif.

Ø Anak Usia 8 – 12 tahun

· Anak sudah mampu berfikir secara konkrit, sehingga komunikasi lebih mudah dilakukan, misalnya dengan memberi contoh melakukan injeksi pada boneka.

· Hubungan dengan petugas biasanya terjalin baik, sehingga pengalaman masa lalu bisa diandalkan

· Berdekatan dengan perawat akan lebih tenang karena sudah mengenal dengan baik.

d. Berkomunikasi dengan Anak Usia Remaja


Daftar Pustaka

A.Aziz Alimul Hidayat,Pengantar Ilmu Keperawatan Anak !,Salemba Medika,2008

Behrman,kleigman,Jenson,Nelson Texbook of Pediatrics 17th Edition,Saunders,2000

www.brighthub.com/education

http://www.childdevelopmentinfo.com/parenting/communication.shtml